Sabtu, 11 Juni 2016

Transaksi Dalam Islam


Hukum muamalah memiliki peranan penting bagi kehidupan manusia. Disetiap aspek kehidupan yang berhubungan dengan masalah ekonomi harus diatur dengan baik yaitu dengan adanya hukum muamalah sehingga diri kita tak perlu khawatir lagi terhadap penipuan – penipuan apapun. Setiap hari kita dapat menyaksikan banyak orang yang melakukan transaksi jual beli ditempat – tempat umum seperti pasar. Dalam transaksi jual beli kita melihat , bahwa masih ada orang yang tidak berbuat jujur. Mereka merugikan orang lain demi meraut keuntungan yang diperoleh dengan cara yang tidak benar, bahkan dari segi material biaya yang telah banyak di keluarkan untuk memperoleh suatu barang yang diinginkan , namun mereka masih saja merugikan orang lain dengan cara menaikan harga barang dari harga sebenarnya . Disinilah kita dapat mengkomparasi, betapa hukum muamalah itu sangatlah penting untuk diterapkan dalam kehidupan bermasyarakat.



B.Rumusan Masalah
       Berdasarkan latar belakang tersebut maka timbul permasalahan yang merupakan titik fokus akan penyelesaian makalah ini yang di rumuskan sebagai berikut :
*    Bagaimanakah bentuk dari prinsip – prinsip dasar yang harus diperhatikan dalam bermuamalah?
*    Bagaimanakah proses terjadinya transaksi jual beli?
*    Bagaimana langkah yang dilakukan agar jual beli tidak menjadi riba?
*    Bagaimana bentuk pembagian syirkah?

C.Tujuan
       Kami sebagai penulis mengangkat judul Hukum Islam Tentang Muamalah. Bertujuan agar pembaca dapat mengetahui pentingnya mengatur hubungan antar sesama manusia yang menyangkut ekonomi dan bisnis.
          Selain itu pembaca juga dapat mengetahui bagaimana besarnya peranan masyarakat dalam melaksakan Hukum Islam Tentang Muamalah.

D.Metode Pengumpulan Data
          Metode yang kami gunakan dalam menyelasaikan masalah ini, sangatlah sederhana di mana cara kami memecahkan rumusan masalah tersebut hanya berdasarkan pencarian data dan informasi melalui beberapa refereasi.
          Kemudian kami melakukan kajian pustaka terhadap refereasi tersebut dengan mengambil inti sari yang berkaitan dengan rumusan masalah tersebut lalu kami susun secara sistematis dalam tulisan ini.




























Bab II Pembahasan
A.Pengertian Hukum Muamalah
Muamalah merupakan aspek hukum islam yang bukan termasuk kategori ibadah, seperti shalat, dan haji biasa disebut muamalah. Muamalah dalam arti khusus mengenai urusan ekonomi dan bisnis dalam islam.
Dalam Al-Qur’an atau hadist terdapat beberapa prinsip dasar yang harus diperhatikan dalam bermuamalah. Prinsip – prinsip dasar yang dimaksudkan, yaitu sebagai berikut :
    Ø Asas suka sama suka, yaitu kerelaan yang sebenarnya, bukan kerelaan yang bersifat semu dan seketika. Oleh karena itu, Rasulullah mengharamkan ba’ilal garar ( jual beli yang mengandung unsur spekulasi dan penipuan ).
     Ø Asas keadilan, yaitu adanya keseimbangan, baik produksi, cara memperolehnya, maupun distribusinya.
          Ø Asas saling menguntungkan, yaitu tidak ada satu pihak yang dirugikan.
          Ø Asas saling menolong dan saling membantu.
B.Jual Beli
A.Pengertian jual beli
        Jual beli dalam bahasa Arab terdiri dari dua kata yang mengandung makna berlawanan yaitu Al Bai’ yang artinya jual dan Asy Syira’a yang artinya Beli. Menurut istilah hukum Syara, jual beli adalah penukaran harta (dalam pengertian luas) atas dasar saling rela atau tukar menukar suatu benda (barang) yang dilakukan antara dua pihak dengan kesepakatan (akad) tertentu atas dasar suka sama suka (lihat QS Az Zumar : 39, At Taubah : 103, hud : 93)
                   1. Hukum Jual Beli
Orang yang terjun dalam bidang usaha jual beli harus mengetahui hukum jual beli agar dalam jual beli tersebut tidak ada yang dirugikan, baik dari pihak penjual maupun pihak pembeli. Jual beli hukumnya mubah. Artinya, hal tersebut diperbolehkan sepanjang suka sama suka. Allah berfirman.
           Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang bathil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka diantara kamu.”(QS An Nisa : 29
Hadis nabi Muhammad SAW menyatakan sebagai berikut.
ﺇﻨﻤﺎ ﺍﻟﺒﻴﻊ ﺗﺮﺍﺩ ( ﺮﻮﺍﻩ ﺍﻠﺒﺨﺎﺮﻯ)
Artinya : “Sesungguhnya jual beli itu hanya sah jika suka suka sama suka.” (HR Bukhari)
ﺃﻠﺒﻴﻌﺎﻥ ﺑﺎ ﻟﺨﻴﺎﺭ ﻣﺎ ﻟﻢ ﻴﺘﻔﺮﻗﺎ ( ﺮﻮﺍﻩ ﺍﻠﺒﺨﺎﺮﻯ ﻭ ﻤﺴﻠﻢ)
             Artinya : “ Dua orang jual beli boleh memilih akan meneruskan jual beli mereka atau tidak, selama keduanya belum berpisah dari tempat akad.” (HR Bukhari dan Muslim)
Dari hadis tersebut dapat disimpulkan bahwa apabila seseorang melakukan jual beli dan tawar menawar dan tidak ada kesesuaian harga antara penjual dan pembeli, si pembeli boleh memilih akan meneruskan jual beli tersebut atau tidak. Apabila akad (kesepakatan) jual beli telah dilaksanakan dan terjadi pembayaran, kemudian salah satu dari mereka atau keduanya telah meninggalkan tempat akad, keduanya tidak boleh membatalkan jual beli yang telah disepakatinya.
                   2. Rukun dan syarat Jual Beli
Dalam pelaksanaan jual beli, minimal ada tiga rukun yang perlu dipenuhi.
         a. Penjual atau pembeli harus dalam keadaan sehat akalnya
Orang gila tidak sah jual belinya. Penjual atau pembeli melakukan jual beli dengan kehendak sendiri, tidak ada paksaan kepada keduanya, atau salah satu diantara keduanya. Apabila ada paksaan, jual beli tersebut tidak sah.
          b. Syarat Ijab dan Kabul
Ijab adalah perkataan untuk menjual atau transaksi menyerahkan, misalnya saya menjual mobil ini dengan harga 25 juta rupiah. Kabul adalah ucapan si pembeli sebagai jawaban dari perkataan si penjual, misalnya saya membeli mobil ini dengan harga 25 juta rupiah. Sebelum akad terjadi, biasanya telah terjadi proses tawar menawar terlebih dulu.
Pernyataan ijab kabul tidak harus menggunakan kata-kata khusus. Yang diperlukan ijab kabul adalah saling rela (ridha) yang direalisasikan dalam bentuk kata-kata.
     c. Benda yang diperjualbelikan
Barang yang diperjualbelikan harus memenuhi sarat sebagai berikut :
1) Suci atau bersih dan halal barangnya
2) Barang yang diperjualbelikan harus diteliti lebih dulu
3) Barang yang diperjualbelikan tidak berada dalam proses penawaran dengan orang lain
4) Barang yang dijual adalah milik sendiri atau yang diberi kuasa
         3. Khiar
Khiar artinya boleh memilih satu diantara dua yaitu meneruskan kesepakatan (akad) jual beli atau mengurungkannya (menarik kembali atau tidak jadi melakukan transaksi jual beli). Ada empat macam khiar yaitu sebagai berikut.
1) Khiyar syart, yaitu hak khiyar yang terjadi jika tidak terpenuhinya syarat yang telah disetujui.
2) Khiyar ru’yah, yaitu terjadi jika barang yang dimaksud belum dilihat secara jelas oleh pembeli.
3) Khiyar sifah, yaitu hak khiyar yang terjadi jika sifat yang disetujui tidak dipenuhi.
4) Khiyar ‘aib, yaitu khiyar yang terjadi jika ada cacat dalam barang atau harga yang di serahkan.
                   C. Riba
Kata riba (ar riba) menurut bahasa yaitu tambahan (az ziyadah) atau kelebihan. Riba menurut istilah syarak ialah suatu akad perjanjian yang terjadi dalam tukar menukar suatu barang yang tidak diketahui syaraknya. Atau dalam tukar menukar itu disyaratkan menerima salah satu dari dua barang apabila terlambat. Riba dapat terjadi pada hutang piutang, pinjaman, gadai, atau sewa menyewa. Contohnya, Fauzi meminjam uang sebesar Rp 10.000 pada hari senin. Disepakati dalam setiap satu hari keterlambatan, Fauzi harus mengembalikan uang tersebut dengan tambahan 2 %. Jadi hari berikutnya Fauzi harus mengembalikan hutangnya menjadi Rp 10.200. Kelebihan atau tambahan ini disebut dengan riba.
Beberapa ayat dan hadis yang telah disebutkan menunjukan bahwa Islam sangat membenci perbuatan riba dan menganjurkan kepada umatnya agar didalam mencari rezeki hendaknya menempuh cara yang halal.
Ulama fikih membagi riba menjadi empat bagian, yaitu sebagai berikut.
                   1. Riba fadli
Riba fadal yaitu, tukar menukar dua buah barang yang sama jenisnya, namun tidak sama ukurannya yang disyaratkan oleh orang yang menukarnya.
                   2. Riba nas’i
Riba nasiah yaitu, tambahan yang terjadi akibat keterlambatan penyerahan barang. Contohnya, salim membeli arloji seharga Rp 500.000. Oleh penjualnya disyaratkan membayarnya tahun depan dengan harga Rp 525.000
                   3. Riba yardi
Riba yad yaitu, tambahan setelah terjadi perpindahan tangan baik sebelum atau sesudah adanya perjanjian. Misalnya, orang yang membeli suatu barang sebelum ia menerima barang tersebut dari penjual, penjual dan pembeli tersebut telah berpisah sebelum serah terima barang itu. Jual beli ini dinamakan riba yad.
4. Riba qardhi
Riba qardhi yaitu, pinjam meminjamkan sesuatu kepada orang lain dengan syarat pada saat mengembalikannya harus diberikan kelebihan atau tambahan yang merupakan keuntungan.
Berikut syarat-syarat jual beli agar tidak menjadi riba.
a. Menjual sesuatu yang sejenis ada tiga syarat, yaitu:
        1) serupa timbangan dan banyaknya
        2) tunai, dan
        3) timbang terima dalam akad (ijab kabul) sebelum meninggalkan majelis akad.
          b. Menjual sesuatu yang berlainan jenis ada dua syarat, yaitu:
       1) tunai dan
       2) timbang terima dalam akad (ijab kabul) sebelum meninggalkan majelis akad.
Riba diharamkan oleh semua agama samawi. Adapun sebab diharamkannya karena memiliki bahaya yang sangat besar antara lain sebagai berikut.
1.   Riba dapat menimbulkan permusuhan antar pribadi dan mengikis habis semangat kerja sama atau saling menolong sesama manusia. Padahal, semua agama, terutama Islam menyeru kepada manusia untuk saling tolong menolong, membenci orang yang mengutamakan kepentingan diri sendiri atau egois, serta orang yang mengeksploitasi orang lain.
2.   Riba dapat menimbulkan tumbuh suburnya mental pemboros yang tidak mau bekerja keras dan penimbun harta di tangan satu pihak. Islam menghargai kerja keras dan menghormati orang yang suka bekerja keras sebagai saran pencarian nafkah.
3.   Riba merupakan salah satu bentuk penjajahan atau perbudakan dimana satu pihak mengeksploitasi pihak yang lain.
4.   Sifat riba sangat buruk sehingga Islam menyerukan agar manusia suka mendermakan harta kepada saudaranya dengan baik jika saudaranya membutuhkan harta.
                   D. Hukum Islam tentang Kerja sama Ekonomi (Syirkah)
Saat ini umat Islam Indonesia, demikian juga belahan dunia Islam (muslim world) lainnya telah menerapkan sistem perekonomian yang berbasis nilai-nilai dan prinsip syariah (Islamic economic system) untuk dapat diterapkan dalam segenap aspek kehidupan bisnis dan transaksi ekonomi umat. Keinginan ini didasari oleh kesadaran untuk menerapkan Islam secara utuh dan total.
         1. Pengertian Syirkah
Syirkah adalah akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana atau amal (expertise) dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan.
          a. Syarat-syarat syirkah
Dalam bersyarikah ada 5 syarat yang harus dipenuhi yaitu sebagai berikut.
     1) Benda (harta dinilai dengan uang)
2) Harta-harta itu sesuai dalam jenis dan macamnya
3) Harta-harta dicampur
4) Satu sama lain membolehkan untuk membelanjakan harta itu
5) Untung rugi diterima dengan ukuran harta masing-masing.
     b. Jenis-jenis syirkah
Ada dua jenis syirkah yakni syirkah pemilikan dan syirkah akad (kontrak)
1) Syirkah pemilikan tercipta karena warisan, wasiat, atau kondisi lainnya yang mengakibatkan pemilikan satu aset oleh dua orang atau lebih. Dalam musyarakah ini, kepemilikan dua orang atau lebih, berbagi dalam sebuah aset nyata dan berbagi pula keuntungan yang dihasilkan oleh aset tersebut.
2) Musyarakah akad tercipta dengan cara kesepakatan dimana dua orang atau lebih setuju bahwa tiap orang dari mereka memberikan modal musyarakah. Mereka pun sepakat berbagi keuntungan dan kerugian.

                   E. Mudarabah (bagi hasil)
Mudarabah adalah akad kerja sama usaha antara dua pihak dimana pihak pertama (sahibul mal) menyediakan seluruh (100 %) modal, sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola. Keuntungan usaha secara mudarabah dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak, sedangkan apabila rugi ditanggung oleh pemilik modal selama kerugian itu bukan akibat kelalaian si pengelola. Seandainya kerugian itu diakibatkan karena kecurangan atau kelalaian si pengelola, si pengelola harus bertanggung jawab atas kerugian tersebut.
          1.   Jenis-jenis mudarabah
Secara umum, mudarabah terbagi menjadi dua jenis yakni mudarabah mutlaqah dan mudarabah muqayyadah.
a. Mudarabah mutlaqah
Mudarabah mutlaqah adalah bentuk kerjasama antara pemilik modal (sahibul mal) dan pengelola (mudarib) yang cakupannya sangat luas dan tidak dibatasi oleh spesifikasi jenis usaha, waktu, dan daerah bisnis. Dalam pembahasan fikih ulama salafus saleh seringkali dicontohkan dengan ungkapan if’al ma syi’ta (lakukan sesukamu) dari sahibul mal ke mudarib yang memberi kekuasaan sangat besar.
                   b. Mudarabah Muqayyadah
Mudarabah muqayyadah adalah kebalikan dari mudarabah mutlaqah. Si Mudarib dibatasi dengan batasan jenis usaha, waktu, atau tempat usaha. Adanya pembatasan ini seringkali mencerminkan kecenderungan umum si Sahibul Mal dalam memasuki jenis dunia usaha.

F. Perbankan yang Sesuai dengan Prinsip Hukum Islam
Lahirnya ekonomi Islam di zaman modern ini cukup unik dalam sejarah perkembangan ekonomi. Ekonomi Islam berbeda dengan ekonomi-ekonomi yang lain karena lahir atau berasal dari ajaran Islam yang mengharamkan riba dan menganjurkan sedekah. Kesadaran tentang larangan riba telah menimbulkan gagasan pembentukan suatu bank Islam pada dasawarsa kedua abad ke-20 diantaranya melalui pendirian institusi sebagai berikut.
1. Bank Pedesaan (Rural Bank) dan Bank Mir-Ghammar di Mesir tahun 1963 atas prakarsa seorang cendikiawan Mesir DR. Ahmad An Najjar
2. Dubai Islamic Bank (1973) di kawasan negara-negara Emirat Arab
3. Islamic Development Bank (1975) di Saudi Arabia
4. Faisal Islamic Bank (1977) di Mesir
5. Kuwait House of Finance di Kuwait (1977)
6. Jordan Islamic Bank di Yordania (1978)
Bank syariah pertama yang beroperasi di Indonesia adalah PT. Bank Muamalat Indonesia (BMI) berdiri pada tanggal 1 mei 1992. Perkembangan perbankan syariah pada awalnya berjalan lebih lambat dibanding dengan Bank konvensional. Sampai dengan tahun 1998 hanya terdapat 1 Bank Umum Syariah dan 78 BPRS (Bank Perkreditan Rakyat Syariah). Berdasarkan statistik perbankan syariah mei 2003 dari Bank Indonesia tercatat, Bank Umum Syariah 2 yaitu BMI dan Bank Syariah Mandiri, 8 Bank umum yang membuka unit atau kantor cabang syariah yaitu Danamon Syariah, Jabar Syariah, Bukopin Syariah, BII Syariah dll, serta 89 Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS). Beberapa bank konvensional dalam negeri, maupun asing yang beroperasi di Indonesia juga telah mengajukan izin dan menyiapkan diri untuk segera beroperasi menjadi Bank Syariah.
Kehadiran Bank Syariah memiliki hikmah yang cukup besar, diantaranya sebagai berikut.
1. Umat Islam yang berpendirian bahwa bunga Bank konvensional adalah riba, maka Bank Syariah menjadi alternatif untuk menyimpan uangnya.
2. Untuk menyelamatkan umat Islam dari praktik bunga yang mengandung unsur pemerasan (eksploitasi) dari si kaya terhadap si miskin atau orang yang kuat ekonominya terhadap yang lemah ekonominya.
3. Untuk menyelamatkan ketergantungan umat Islam terhadap Bank non Islam yang menyebabkan umat Islam berada dibawah kekuasaan Bank sehingga umat Islam belum bisa menerapkan ajaran agamanya dalam kehidupan pribadi dan masyarakat, terutama dalam kegiatan bsinis dan perekonomiannya
      G. Sistem Asuransi yang Sesuai dengan Prinsip Hukum Islam
Asuransi pada umumnya, termasuk asuransi jiwa, menurut pandangan Islam adalah termasuk masalah ijtihadiyah. Artinya, masalah tersebut perlu dikaji hukumnya karena tidak ada penjelasan yang mendalam didalam Al Qur’an atau hadis secara tersurat. Para imam mazhab seperti Imam Hanafi, Imam Malik, Imam Syafi’i, Imam Ahmad dan ulama mujtahidin lainnya yang semasa dengan mereka (abad II dan III H atau VIII dan IX M) tidak memberi fatwa hukum terhadap masalah asuransi karena hal tersebut belum dikenal pada waktu itu. Sistem asuransi di dunia Islam baru dikenal pada abad XIX M, sedangkan di dunia barat sudah dikenal sejak sekitar abad XIV M,.
Kini umat Islam di Indonesia dihadapkan kepada masalah asuransi dalam berbagai bentuknya (asuransi jiwa, asuransi kecelakaan, dan asuransi kesehatan) dan dalam berbagai aspek kehidupannya, baik dalam kehidupan bisnis maupun kehidupan keagamaannya.
Dikalangan ulama dan cendikiawan muslim ada empat pendapat tentang hukum asuransi, yakni sebagai berikut.
1.   Mengharamkan asuransi dalam segala macam dan bentuknya sekarang ini, termasuk asuransi jiwa
2.   membolehkan semua asuransi dalam praktiknya sekarang ini.
3.   Membolehkan aasuransi yang bersifat sosial dan mengharamkan asuransi yang semata-mata bersifat komersial.
4.   menganggap syubhat.













Bab III Penutup
A.Kesimpulan
Muamalah merupakan aspek hukum islam yang bukan termasuk kategori ibadah, seperti shalat, dan haji biasa disebut muamalah. Muamalah dalam arti khusus mengenai urusan ekonomi dan bisnis dalam islam.
Menurut istilah hukum Syara, jual beli adalah penukaran harta (dalam pengertian luas) atas dasar saling rela atau tukar menukar suatu benda (barang) yang dilakukan antara dua pihak dengan kesepakatan (akad) tertentu atas dasar suka sama suka.
Kata riba (ar riba) menurut bahasa yaitu tambahan (az ziyadah) atau kelebihan. Riba menurut istilah syarak ialah suatu akad perjanjian yang terjadi dalam tukar menukar suatu barang yang tidak diketahui syaraknya.
Syirkah adalah akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana atau amal (expertise) dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan.
Mudarabah adalah akad kerja sama usaha antara dua pihak dimana pihak pertama (sahibul mal) menyediakan seluruh (100 %) modal, sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola.
B.Saran
Untuk semua kalangan masyarakat pelajarilah dengan baik hukum islam tentang muamalah agar kita tau tentang pelaksanaan kegiatan yang berhubungan dengan masalah ekonomi maupun jual beli sesuai dengan hukum islam yang berlaku.
Diperlukan komitmen masyarakat dalam melaksanakan atau memenuhi hukum islam tentang muamalah dan pemerintah harus mengadakan program yang mengatur hukum islam tentang muamalah.










DAFTAR PUSTAKA
Bagir Manan, Pengembangan Sistem Hukum Nasional dalam Rangka Memantapkan Negara Kesatuan Republik Indonesia Sebagai Negara Hukum, Jurnal Mimbar Hukum No. 56 Tahun XIII, AL-Hikmah dan DITBINBAPERA Islam, Jakarta, 2000.
Enslikopedi Hukum Islam (dimuat dalam Jurnal Mimbar Hukum No. 47 Th. XI), Al-Hikamh & DITBINBAPERA Islam, Jakarta.
Hartono Mardjono, Prospek Berlakunya Hukum Muamalah di Indonesia (Ditulis Dalam Buku Prospek Hukum Islam Dalam Rangka Pembangunan Hukum Nasional di Indonesia Sebuah Kenangan 65 Tahun Prof. Dr. H. Busthanul Arifin, SH)., Kemudi Mas Abadi, Jakarta, 1994.
Jazuni, Legislasi Hukum Islam di Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2005.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar