Sabtu, 11 Juni 2016

Kepemilikan dalam Islam


Memahami sistem ekonomi Islam secara utuh dan komprehensif, selain memerlukan pemahaman tentang Islam juga memerlukan pemahaman yang memadai tentang pengetahuan ekonomi umum mutakhir. Keterbatasan dalam pemahaman Islam akan berakibat pada tidak dipahaminya sistem ekonomi Islam secara utuh dan menyeluruh, mulai dari aspek fundamental ideologis sampai pemahaman konsep serta aplikasi praktis. Akibatnya tidak jarang pemahaman yang muncul, hanya menganggap bahwa sistem ekonomi Islam tidak berbeda dengan sistem ekonomi umum yang selama di kenal dengan sistem riba ditambah lagi dengan zis (zakat, infak, sedekah) juga disertai adanya prinsip-prinsip akhlak yang diperlukan dalam kegiatan ekonomi.
Sebaliknya, keterbatasan dalam pemahaman tentang ekonomi umum mutakhir (kapitalis dan sosialis) akan berakibat pada anggapan bahwa sistem ekonomi Islam tidak memiliki konsep operasional, namun hanya memiliki konsep-konsep teoritis dan moral seperti yang terdapat pada hukum-hukum fikih tentang muamalah, seperti perdagangan, sewa-menyewa, simpan-pinjam dan lain-lain. Dengan kata lain sistem ekonomi Islam hanya berada pada tatanan konsep teoritis namun tidak memiliki konsep operasional praktis seperti halnya sistem ekonomi lainnya.

B.       Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah:
1.      Apa pengertian dari Kepemilikan dalam Ekonomi Islam ?
2.      Apa Perbedaan Antara Sistem Ekonomi Sosialis, Sistem Ekonomi Kapitalis Serta Sistem Ekonomi Islam?
3.      Bagaimana Konsep Kepemilikan dalam Ekonomi Islam ?
4.      Bagaimana Unsur-unsur Kepemilikan dalam Ekonomi Islam ?
5.      Bagaimana Sebab-Sebab Kepemilikan dalam Ekonomi Islam ?
6.      Bagaimana Pembagian Kepemilikan dalam Ekonomi Islam ?

C.      Tujuan Penelitian.
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui:
1.      Pengertian Kepemilikan dalam Ekonomi Islam
2.      Perbedaan Antara Sistem Ekonomi Sosialis, Sistem Ekonomi Kapitalis Serta Sistem Ekonomi Islam?
3.      Konsep Kepemilikan dalam Ekonomi Islam
4.      Unsur-unsur Kepemilikan dalam Ekonomi Islam
5.      Sebab-Sebab Kepemilikan dalam Ekonomi Islam
6.      Pembagian Kepemilikan dalam Ekonomi Islam



BAB II
PEMBAHASAN

1.        Pengertian Kepemilikan dalam Ekonomi Islam
Secara etimologi, Kepemilikan (al-milk) berasal dari bahasa Arab dari akar kata "malaka" yang artinya penguasaan terhadap sesuatu. Kepemilikan atau al-milk biasa juga disebut dengan hak milik atau milik saja. Para ahli fiqh mendefinisikan hak milik (al-milk) sebagai ”kekhususan seseorang terhadap harta yang diakui syari’ah, sehingga menjadikannya mempunyai kekuasaan khusus terhadap suatu harta tersebut, baik memanfaatkan dan atau mentasharrufkannya”.
Secara terminology, ada beberapa definisi Al Milk yang dikemukakan oleh para fukaha. Wahbah al-Zuhaily memberikan definisi al-milk (hak milik) sebagai berikut :

اختصاص بالشيء يمنع الغير منه و يمكن صاحبه من التصرف ابتداء الا لمانع شرعي

“Hak milik ialah suatu kekhususan terhadap sesuatu harta yang menghalangi orang lain dari harta tersebut. Pemiliknya bebas melakukan tasharruf kecuali ada halangan syar’iy”.
Batasan teknis ini dapat digambarkan sebagai berikut. Ketika ada orang yang mendapatkan suatu barang atau harta melalui cara-cara yang dibenarkan oleh syara', maka terjadilah suatu hubungan khusus antara barang tersebut dengan orang yang memperolehnya. Hubungan khusus yang dimiliki oleh orang yang memperoleh barang (harta) ini memungkinkannya untuk menikmati manfaatnya dan mempergunakannya sesuai dengan keinginannya selama ia tidak terhalang hambatan-hambatan syar'i seperti gila, sakit ingatan, hilang akal, atau masih terlalu kecil sehingga belum paham memanfaatkan barang.
Dimensi lain dari hubungan khusus ini adalah bahwa orang lain, selain pemilik tidak berhak untuk memanfaatkan atau mempergunakannya untuk tujuan apapun kecuali pemilik telah memberikan ijin, surat kuasa atau apa saja yang serupa dengan itu kepadanya. Dalam hukum Islam, pemilik boleh saja seorang yang masih kecil, belum baligh atau orang yang kurang waras atau gila tetapi dalam hal memanfaatkan dan menggunakan barang-barang "miliknya" mereka terhalang oleh hambatan syara' yang timbul karena sifat-sifat kedewasaan tidak dimiliki. Meskipun demikian hal ini dapat diwakilkan kepada orang lain seperti wali, washi (yang diberi wasiat) dan wakil (yang diberi kuasa untuk mewakili).

2.        Apa Perbedaan Antara Sistem Ekonomi Sosialis, Sistem Ekonomi Kapitalis Serta Sistem Ekonomi Islam?
Perbedaan antara sistem ekonomi Islam dengan sistem ekonomi lainnya adalah dalam hal konsep kepemilikan harta. Pandangan tentang kepemilikan harta berbeda antara sistem ekonomi Sosialis dengan sistem ekonomi Kapitalis serta berbeda juga dengan sistem ekonomi Islam. Kepemilikan harta (barang dan jasa) dalam Sistem Sosialis dibatasi dari segi jumlah (kuantitas), namun dibebaskan dari segi cara (kualitas) memperoleh harta yang dimiliki. Artinya cara memperolehnya dibebaskan dengan cara apapun yang yang dapat dilakukan. Sedangkan menurut pandangan Sistem Ekonomi Kapitalis jumlah (kuantitas) kepemilikan harta individu berikut cara memperolehnya (kualitas) tidak dibatasi, yakni dibolehkan dengan cara apapun selama tidak mengganggu kebebasan orang lain. Sedangkan menurut sistem ekonomi Islam kepemilikan harta dari segi jumlah (kuantitas) tidak dibatasi namun dibatasi dengan cara-cara tertentu (kualitas) dalam memperoleh harta (ada aturan halal dan haram).
Demikian juga pandangan tentang jenis kepemilikan harta. Di dalam sistem ekonomi sosialis tidak dikenal kepemilikan individu (private property). Yang ada hanya kepemilikan negara (state property) yang dibagikan secara merata kepada seluruh individu masyarakat. Kepemilikan negara selamanya tidak bisa dirubah menjadi kepemilikan individu. Berbeda dengan itu di dalam Sistem Ekonomi Kapitalis dikenal kepemilikan individu (private property) serta kepemilikan umum (public property). Perhatian Sistem Ekonomi Kapitalis terhadap kepemilikan individu jauh lebih besar dibandingkan dengan kepemilikan umum. Tidak jarang kepemilikan umum dapat diubah menjadi kepemilikan individu dengan jalan privatisasi. Berbeda lagi dengan Sistem Ekonomi Islam, yang mempunyai pandangan bahwa ada kepemilikan individu (private property), kepemilikan umum (public property) serta kepemilikan negara (state property). Menurut Sistem Ekonomi Islam, jenis kepemilikan umum khususnya tidak boleh diubah menjadi kepemilikan negara atau kepemilikan individu.
3.        Konsep Kepemilikan dalam Ekonomi Islam.

“Kepuyaan Allah lah kerajaan di langit dan di bumi dan apa yang ada di dalamnya, dan dia maha kuasa atas segala sesuatu” (Al Maidah : 120)
Ayat di atas merupakan salah satu landasan dasar tentang kepemilikan dalam Islam. Ayat diatas menunjukan bahwa Allah adalah pemilik tunggal apa-apa yang ada di langit dan dibumi dan tidak ada sekutu bagi Nya. Lantas Allah memberikan atau menitipkan kekuasaan bumi pada manusia, agar manusia mengelola dan memakmurkannya.
“Dan berikanlah kepada mereka, harta (milik) Allah yang telah Dia berikan kepada kalian.”(QS. An-Nuur : 33)
“Dan nafkahkanlah apa saja. yang kalian telah dijadikan (oleh Allah) berkuasa terhadapnya. “(QS. Al-Hadid : 7)
“Dan (Allah) membanyakkan harta dan anak-anakmu.” (QS. Nuh : 12)
Ayat-ayat di atas juga menunjukkan bahwa hak milik yang telah diserahkan kepada manusia (istikhlaf) tersebut bersifat umum bagi setiap manusia secara keseluruhan.Sehingga manusia memiliki hak milik tersebut bukanlah sebagai kepemilikan bersifat rill. Sebab pada dasarnya manusia hanya diberi wewenang untuk menguasai hak milik tersebut. Oleh karena itu agar manusia benar-benar secara riil memiliki harta kekayaan (hak milik), maka Islam memberikan syarat yaitu harus ada izin dari Allah SWT kepada orang tersebut untuk memiliki harta kekayaan tersebut. Oleh karena itu, harta kekayaan tersebut hanya bisa dimiliki oleh seseorang apabila orang yang bersangkutan mendapat izin dari Allah SWT untuk memilikinya.

4.        Unsur-unsur dalam Ekonomi Islam
Dalam Islam terdapat tiga unsur-unsur kepemilikan, yaitu kepemilikan individu (private property), kepemilikan umum (public property), dan kepemilikan Negara (state property).
1.         Kepemilikan Individu / Private Property
Kecenderungan pada kesenangan adalah fitrah manusia, Allah menghiasi pada diri manusia kecintaan terhadap wanita, anak-anak, dan harta benda.
2.         Kepemilikan Umum / Public Property
Kepemilikan umum adalah izin Syari’ kepada suatu komunitas masyarakat untuk sama-sama memanfaatkan suatu barang atau harta. Benda-benda yang termasuk kedalam kategori kepemilikan umum adalah benda-benda yang telah dinyatakan oleh Asy-Syari’ memang diperuntukan untuk suatu komunitas masyarakat. Benda-benda yang termasuk kedalam kepemilkan umum sebagai berikut:
1)        Merupakan fasilitas umum, kalau tidak ada didalam suatu negri atau suatu komunitas maka akan menyebabkan sengketa dalam mencarinya.
2)        Barang tambang yang tidak terbatas jumlahnya.
3)        Sumber daya alam yang sifat pembentukannya menghalangi untuk dimiliki hanya oleh individu secara perorangan.

3.         Kepemilikan Negara / State Property
Kepemilikan Negara adalah harta yang merupakan hak seluruh kaum muslim, sementara pengelolaannya menjadi wewenang Negara. Asy Syari’ telah menentukan harta-harta sebagai milik Negara; Negara berhak mengelolanya sesuai denga pandangan dan ijtihad. Yang termasuk harta Negara adalah fai, Kharaj, Jizyah dan sebagainya. Sebab syariat tidak pernah menentukan sasaran dari harta yang dikelola.
Perbedaan harta kepemilikan umum dan Negara adalah, harta kepemilikan umum pada dasarnya tidak dapat di berikan Negara kepada individu. Sedang harta kepemilikan Negara dapat di berikan kepada individu sesuai dengan ketentuan yang telah disepakati.

5.        Sebab-Sebab Kepemilikan dalam Ekonomi Islam
Harta (al maal) adalah apa saja yang bisa menjadi kekayaan, apapun bentuknya. Sedang, yang dimaksud dengan sebab kepemilikan (sabab at tamalluk) adalah sebab yang bisa menjadikan seseorang memiliki harta, yang sebelumnya bukan memjadi miliknya. Adapun sebab-sebab pengembangan kepemilikan adalah perbanyakan kuantitas harta yang sudah dimiliki.

a)      Bekerja
Kata bekerja sangat luas maknanya, beraneka ragam jenisnya, bermacam-macam bentuknya. Allah telah menentukan bentuk-bentuk kerja dan jenisnya yang layak untuk di kerjakan sebagai sebab kepemilikan. Dalam hukum-hukum syariat sudah sangat jelas ketentuan-ketentuan akan hal ini. Bentuk-bentuk bekerja yang dijadikan sebagai sebab kepemilikan adalah sebagai berikut:
·           Menghidupkan tanah mati (ihya’ al mawat)
Tanah mati adalah tanah yang tidak ada pemiliknya, dan sudah tidak dimanfaatkan lagi oleh seorang pun. Yang dimaksud menghidupkannya adalah mengolahnya, menanaminya, atau mendirikan bangunan di atasnya. Oleh karena itu, setiap usaha untuk menghidupi tanah mati adalah telah cukup menjadikan tanah tersebut miliknya. Dari Umar bin Khatab, Rasulullah bersabda: “ siapa saja yang menghidupi tanah mati, maka tanah itu menjadi miliknya” (H.R Al Bukhari).
·           Menggali kandungan bumi
Jenis kandungan bumi yang dalam kategori ini bukan merupakan kebutuhan mendasar suatu komuitas masyarakat, atau yang disebut rikaz. Menurut ketentuan fikih, seorang yang menggali kandungan bumi berhak atas 4/5 bagian, sedang 1/5 bagian sisanya harus dikeluarkan sebagai Khumus. Ketentuan harta rikaz adalah apabila harta yang tersimpan didalam tanah tersebut asalnya karena tindakkan seseorang dan jumlahnya terbatas dan tidak sampai pada jumlah yang didibutuhkan oleh suatu komunitas dalam jumlah yang sangat besar.
Jika suatu harta dari dalam tanah yang tidak diusahakan oleh seseorang dan dibutuhkan oleh suatu komunitas, maka harta seperti ini bukan rikaz, tapi merupakan harta kepemilikan umum. Yang juga bisa disamakan dengan harta kandungan bumi, adalah harta dari udara, seperti oksigen dan nitrogen. Begitu juga dengan harta lainnya yang diperbolehkan oleh syariat untuk dimiliki.
·           Berburu
Berburu yang diperbolehkan dalam Islam adalah berburu seluruh jenis Ikan, mutiara, permata dan hasil buruan laut lainnya. Begitu juga dengan buruan hewan-hewan darat dan udara, seperti berburu burung,rusa dan lain-lain. Ketentuanya binatang buruan adalah binatang bebas, artinya binatang atau harta tersebut tidak dimiliki oleh orang lain, dan merupakan kepemilikan umum
·           Makelar (samsara) dan pemandu (dalalah)
Samsar adalah sebutan bagi orang yang bekerja untuk orang lain dengan mendapatkan upah. Sebutan ini juga bisa digunakan bagi orang yang memandu orang lain (dalal). Dari Qais bin Abi Gharzat al kinani yang mengatakan.

·           Mudharabah
Mudharabah adalah kerjasama antar dua orang atau lebih dalam suatu perdagangan. Modal dari satu pihak sedang pihak lain memberikan tenaga. Hasil dari keuntungan akan di bagi sesuai kesepakatan. Hasil inilah yang sah untuk dimiliki. Oleh karena itu mudharabah termasuk dari bekerja.
·      Musaqat
Musaqat adalah seseoarang menyerahkan kebunnya untuk dikelola oleh orang lain merawat dan mengurus kebun tersebut, yang darinya akan mendapa bagi hasil dari hasil panennya. Dengan demikian musaqat merupakan termasuk dalam kategori bekerja yang dibolehkan oleh syariat.
·      Ijarah
Ijarah, yaitu kontrak kerja. Artinya mengontrak tenaga para pekerja atau buruh yang bekerja untuk dirinya.

b)      Warisan
Diantara sebab-sebab kepemilikan adalah warisan. Sifatnya yaitu kepemilikan akan harta secara turunan kepemilikan dari orang tua. Akan hal ini Allah telah jelaskan dalam hukum-hukum yang sudah sangat jelas. Allah berfirman:
“Allah mensyariatkan kepada kalian tentang (pembagian harta pusaka untuk0 anak-anak kalian, yaitu: bagian seorang anak laki-laki sama dengan bagian dua orang anak perempuan; jika anak itu semuanya wanita lebih dari dua orang maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan.” (QS. An Nisa : 11)
c)      Kebutuhan akan harta untuk menyambung hidup
Diantara sebab-sebab kepemilikan adalah adanya kebutuhan akan harta untuk menyambung hidup. Sebab, kehidupan adalah hak bagi setiap orang. Sesorang wajib untuk mendapatkan kehidupan sebagi haknya. Salh satu hal yang dapat menjamin seseorang untuk hidup adalah denga bekerja, untuk memenuhi kebutuhan dasar hidupnya. Namun jika ia tidak dapat bekerja, maka Negara bertanggung jawab untuk mengusahakan ia dapat bekerja. Jika ia tidak dapat bekerja karena terlampau tua, maka orang-orang kaya atau Negara wajib untuk memenuhi kebutuhannya. Namun jika hal itu tidak terpenuhi, hingga ia kelaparan, maka dibolehkan baginya untuk mengambil apa saja yang dapat digunakan untuk menyambung hidupnya. Jika hidup menjadi sebab untuk mendapatkan harta, maka syariat tidak akan menganggap itu sebagi tindakan mencuri. Abu Umamah menuturkan bahwa Rasulullah bersabda:
“Tidak ada hukum potong tangan pada masa-masa kelaparan.” (HR. al Khatib Al Bagdad)

d)     Pemberian harta Negara untuk rakyat
Yang juga termasuk kedalam sebab kepemilikan adalah pemberian Negara kepada rakyat yang diambil dari baitulmal, baik dalam rangka untuk memenuhi kebutuhan mereka atau memanfaatkan kepemilikan mereka. Dapat berupa pemberian tanah untuk digarap, atau melunasi utang-utang mereka. Pada masa Khalifah Umar bin Khatab pernah memberikan para petani di Irak harta dari Baitul Mal, yang bisa membantu mereka untuk menggarap tanah pertanian mereka, serta memenuhi hajat hidup mereka, tanpa meminta imbalan dari mereka.

e)      Harta yang diperoleh tanpa harta dan tenaga
Yang termasuk kedalam kategori harta yang diperoleh dari tanpa harta dan tenaga ada lima, yaitu :Hubungan antara individu satu sama lain, baik ketika masih hidup seperti Hibah dan Hadiah, atau pun ketika sepeninggal mereka, seperti wasiat.
·           Menerima harta sebagai gantirugi dari kemudharatan yang menimpa seseorang, seperti Diyat (denda) atas oaring yang terbunuh atau terluka.
·           Memperoleh mahar berikut harta yang diperoleh melalui akad nikah
·           Barang temuan (luqathah)
·           Santunan untuk Khalifah atau orang-orang yang disamakan statusnya.

6.        Pembagian Kepemilikan dalam Ekonomi Islam
Para ulama fiqh membagi kepemilikan kepada dua bentuk,yaitu:
1.         Al milk At Tamm (milik sempurna)
Yaitu apabila materi dan manfaat harta itu dimiliki sepenuhnya oleh seseorang, sehingga seluruh hak yang terkait dengan harta itu dibawah penguasaannya. Milik seperti ini bersifat mutlak, tidak dibatasi waktu dan tidak boleh digugurkanorang lain.
Ciri-ciri kepemilikan sempurna diantaranya
a)        sejak awal kepemilikan terhadap materi dan manfaat bersifat sempurna.
b)        Materi dan manfaatnya sudah ada sejak sejak pemilikan itu.
c)        Pemilikannya tidak dibatasi waktu.
d)       kepemilikannya tidak dapat digugurkan.

2.      Al Milk An Naqish (kepemilikan tidak sempurna)
Yaitu apabila seseorang hanya menguasai materi harta itu, tetapi manfaatnya dikuasai orang lain.
Adapun ciri-ciri dari kepemilikan tidak sempurna adalah
a)         Boleh dibatasi waktu,tempat, dan sifatnya.
b)        Tidak boleh diwariskan.
c)         Orang yang menggunakan manfaatnya wajib mengeluarkan biaya pemeliharaan.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Kepemilikan artinya penguasaan terhadap sesuatu. Perbedaan antara sistem ekonomi Islam dengan sistem ekonomi lainnya adalah dalam hal konsep kepemilikan harta.
Kepemilikan harta (barang dan jasa) dalam Sistem Sosialis dibatasi dari segi jumlah (kuantitas), namun dibebaskan dari segi cara (kualitas) memperoleh harta yang dimiliki Sedangkan menurut pandangan Sistem Ekonomi Kapitalis jumlah (kuantitas) kepemilikan harta individu berikut cara memperolehnya (kualitas) tidak dibatasi, yakni dibolehkan dengan cara apapun selama tidak mengganggu kebebasan orang lain. Sedangkan menurut sistem ekonomi Islam kepemilikan harta dari segi jumlah (kuantitas) tidak dibatasi namun dibatasi dengan cara-cara tertentu (kualitas) dalam memperoleh harta (ada aturan halal dan haram).
Dalam Islam terdapat tiga unsur-unsur kepemilikan, yaitu kepemilikan individu (private property), kepemilikan umum (public property), dan kepemilikan Negara (state property).
a.       Kepemilikan Individu / Private Property
b.      Kepemilikan Umum / Public Property
c.       Kepemilikan Negara / State Property
Adapun sebab-sebab pengembangan kepemilikan adalah perbanyakan kuantitas harta yang sudah dimiliki.
1.      Bekerja
Bentuk-bentuk bekerja yang dijadikan sebagai sebab kepemilikan adalah sebagai berikut:
·           Menghidupkan tanah mati (ihya’ al mawat)
·           Menggali kandungan bumi
·           Berburu
·           Makelar (samsara) dan pemandu (dalalah)
·           Mudharabah
·      Musaqat
·      Ijarah
2.      Warisan
3.      Kebutuhan akan harta untuk menyambung hidup
4.      Pemberian harta Negara untuk rakyat
5.      Harta yang diperoleh tanpa harta dan tenaga
Para ulama fiqh membagi kepemilikan kepada dua bentuk,yaitu:
1.      Al milk At Tamm (milik sempurna)
2.      Al Milk An Naqish (kepemilikan tidak sempurna)



DAFTAR PUSTAKA
Muhammad, Ekonomi Mikro dalam Persfektif Islam, Yogyakarta, BPFE-YOYAKARTA, 2004
An Nabhani,Taqyudin, Sistem Ekonomi Alternatif Persfektif Islam, Surabaya, Risalah Gusti. 2009
Haroen, Nasrun, Fiqh Muamalah. Jakarta, Gaya Media Pratama. 2000




Tidak ada komentar:

Posting Komentar