Memahami
sistem ekonomi Islam secara utuh dan komprehensif, selain memerlukan pemahaman
tentang Islam juga memerlukan pemahaman yang memadai tentang pengetahuan
ekonomi umum mutakhir. Keterbatasan dalam pemahaman Islam akan berakibat pada
tidak dipahaminya sistem ekonomi Islam secara utuh dan menyeluruh, mulai dari
aspek fundamental ideologis sampai pemahaman konsep serta aplikasi praktis.
Akibatnya tidak jarang pemahaman yang muncul, hanya menganggap bahwa sistem
ekonomi Islam tidak berbeda dengan sistem ekonomi umum yang selama di kenal dengan
sistem riba ditambah lagi dengan zis (zakat, infak, sedekah) juga disertai
adanya prinsip-prinsip akhlak yang diperlukan dalam kegiatan ekonomi.
Sebaliknya,
keterbatasan dalam pemahaman tentang ekonomi umum mutakhir (kapitalis dan
sosialis) akan berakibat pada anggapan bahwa sistem ekonomi Islam tidak
memiliki konsep operasional, namun hanya memiliki konsep-konsep teoritis dan
moral seperti yang terdapat pada hukum-hukum fikih tentang muamalah, seperti
perdagangan, sewa-menyewa, simpan-pinjam dan lain-lain. Dengan kata lain sistem
ekonomi Islam hanya berada pada tatanan konsep teoritis namun tidak memiliki
konsep operasional praktis seperti halnya sistem ekonomi lainnya.
B.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar
belakang diatas, maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah:
1. Apa
pengertian dari Kepemilikan dalam Ekonomi Islam ?
2. Apa
Perbedaan Antara Sistem Ekonomi Sosialis, Sistem Ekonomi Kapitalis Serta Sistem
Ekonomi Islam?
3. Bagaimana
Konsep Kepemilikan dalam Ekonomi Islam ?
4.
Bagaimana Unsur-unsur Kepemilikan dalam
Ekonomi Islam ?
5.
Bagaimana Sebab-Sebab
Kepemilikan dalam Ekonomi Islam ?
6.
Bagaimana Pembagian Kepemilikan
dalam Ekonomi Islam ?
C.
Tujuan
Penelitian.
Berdasarkan rumusan
masalah diatas, maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui:
1. Pengertian
Kepemilikan dalam Ekonomi Islam
2. Perbedaan
Antara Sistem Ekonomi Sosialis, Sistem Ekonomi Kapitalis Serta Sistem Ekonomi
Islam?
3. Konsep
Kepemilikan dalam Ekonomi Islam
4. Unsur-unsur Kepemilikan
dalam Ekonomi Islam
5. Sebab-Sebab Kepemilikan dalam Ekonomi Islam
6. Pembagian
Kepemilikan dalam Ekonomi Islam
BAB
II
PEMBAHASAN
1.
Pengertian
Kepemilikan dalam Ekonomi Islam
Secara etimologi, Kepemilikan
(al-milk) berasal dari bahasa Arab dari akar kata "malaka" yang
artinya penguasaan terhadap sesuatu. Kepemilikan atau al-milk biasa juga
disebut dengan hak milik atau milik saja. Para ahli fiqh mendefinisikan hak milik
(al-milk) sebagai ”kekhususan seseorang terhadap harta yang diakui syari’ah,
sehingga menjadikannya mempunyai kekuasaan khusus terhadap suatu harta
tersebut, baik memanfaatkan dan atau mentasharrufkannya”.
Secara terminology, ada beberapa
definisi Al Milk yang dikemukakan oleh para fukaha. Wahbah al-Zuhaily memberikan
definisi al-milk (hak milik) sebagai berikut :
اختصاص بالشيء يمنع الغير منه و يمكن
صاحبه من التصرف ابتداء الا لمانع شرعي
“Hak milik ialah suatu kekhususan
terhadap sesuatu harta yang menghalangi orang lain dari harta tersebut.
Pemiliknya bebas melakukan tasharruf kecuali ada halangan syar’iy”.
Batasan teknis ini dapat digambarkan
sebagai berikut. Ketika ada orang yang mendapatkan suatu barang atau harta
melalui cara-cara yang dibenarkan oleh syara', maka terjadilah suatu hubungan
khusus antara barang tersebut dengan orang yang memperolehnya. Hubungan khusus
yang dimiliki oleh orang yang memperoleh barang (harta) ini memungkinkannya
untuk menikmati manfaatnya dan mempergunakannya sesuai dengan keinginannya
selama ia tidak terhalang hambatan-hambatan syar'i seperti gila, sakit ingatan,
hilang akal, atau masih terlalu kecil sehingga belum paham memanfaatkan barang.
Dimensi lain dari hubungan khusus
ini adalah bahwa orang lain, selain pemilik tidak berhak untuk memanfaatkan
atau mempergunakannya untuk tujuan apapun kecuali pemilik telah memberikan
ijin, surat kuasa atau apa saja yang serupa dengan itu kepadanya. Dalam hukum
Islam, pemilik boleh saja seorang yang masih kecil, belum baligh atau orang
yang kurang waras atau gila tetapi dalam hal memanfaatkan dan menggunakan
barang-barang "miliknya" mereka terhalang oleh hambatan syara' yang
timbul karena sifat-sifat kedewasaan tidak dimiliki. Meskipun demikian hal ini
dapat diwakilkan kepada orang lain seperti wali, washi (yang diberi wasiat) dan
wakil (yang diberi kuasa untuk mewakili).
2.
Apa
Perbedaan Antara Sistem Ekonomi Sosialis, Sistem Ekonomi Kapitalis Serta Sistem
Ekonomi Islam?
Perbedaan antara sistem ekonomi Islam dengan sistem ekonomi lainnya
adalah dalam hal konsep kepemilikan harta. Pandangan tentang kepemilikan harta
berbeda antara sistem ekonomi Sosialis dengan sistem ekonomi Kapitalis serta
berbeda juga dengan sistem ekonomi Islam. Kepemilikan harta (barang dan jasa)
dalam Sistem Sosialis dibatasi dari segi jumlah (kuantitas), namun dibebaskan
dari segi cara (kualitas) memperoleh harta yang dimiliki. Artinya cara
memperolehnya dibebaskan dengan cara apapun yang yang dapat dilakukan.
Sedangkan menurut pandangan Sistem Ekonomi Kapitalis jumlah (kuantitas)
kepemilikan harta individu berikut cara memperolehnya (kualitas) tidak
dibatasi, yakni dibolehkan dengan cara apapun selama tidak mengganggu kebebasan
orang lain. Sedangkan menurut sistem ekonomi Islam kepemilikan harta dari segi
jumlah (kuantitas) tidak dibatasi namun dibatasi dengan cara-cara tertentu
(kualitas) dalam memperoleh harta (ada aturan halal dan haram).
Demikian juga pandangan tentang jenis kepemilikan harta. Di dalam sistem
ekonomi sosialis tidak dikenal kepemilikan individu (private property). Yang
ada hanya kepemilikan negara (state property) yang dibagikan secara merata
kepada seluruh individu masyarakat. Kepemilikan negara selamanya tidak bisa
dirubah menjadi kepemilikan individu. Berbeda dengan itu di dalam Sistem
Ekonomi Kapitalis dikenal kepemilikan individu (private property) serta
kepemilikan umum (public property). Perhatian Sistem Ekonomi Kapitalis terhadap
kepemilikan individu jauh lebih besar dibandingkan dengan kepemilikan umum.
Tidak jarang kepemilikan umum dapat diubah menjadi kepemilikan individu dengan
jalan privatisasi. Berbeda lagi dengan Sistem Ekonomi Islam, yang mempunyai
pandangan bahwa ada kepemilikan individu (private property), kepemilikan umum
(public property) serta kepemilikan negara (state property). Menurut Sistem
Ekonomi Islam, jenis kepemilikan umum khususnya tidak boleh diubah menjadi
kepemilikan negara atau kepemilikan individu.
3.
Konsep
Kepemilikan dalam Ekonomi Islam.
“Kepuyaan
Allah lah kerajaan di langit dan di bumi dan apa yang ada di dalamnya, dan dia
maha kuasa atas segala sesuatu” (Al Maidah : 120)
Ayat di atas merupakan salah satu
landasan dasar tentang kepemilikan dalam Islam. Ayat diatas menunjukan bahwa
Allah adalah pemilik tunggal apa-apa yang ada di langit dan dibumi dan tidak
ada sekutu bagi Nya. Lantas Allah memberikan atau menitipkan kekuasaan bumi
pada manusia, agar manusia mengelola dan memakmurkannya.
“Dan berikanlah kepada mereka, harta (milik) Allah yang telah Dia berikan
kepada kalian.”(QS. An-Nuur : 33)
“Dan nafkahkanlah apa saja. yang kalian telah dijadikan (oleh Allah)
berkuasa terhadapnya. “(QS. Al-Hadid : 7)
“Dan (Allah) membanyakkan harta dan anak-anakmu.” (QS. Nuh : 12)
Ayat-ayat di atas juga menunjukkan
bahwa hak milik yang telah diserahkan kepada manusia (istikhlaf) tersebut bersifat
umum bagi setiap manusia secara keseluruhan.Sehingga manusia memiliki hak milik
tersebut bukanlah sebagai kepemilikan bersifat rill. Sebab pada dasarnya
manusia hanya diberi wewenang untuk menguasai hak milik tersebut. Oleh karena
itu agar manusia benar-benar secara riil memiliki harta kekayaan (hak milik),
maka Islam memberikan syarat yaitu harus ada izin dari Allah SWT kepada orang
tersebut untuk memiliki harta kekayaan tersebut. Oleh karena itu, harta
kekayaan tersebut hanya bisa dimiliki oleh seseorang apabila orang yang
bersangkutan mendapat izin dari Allah SWT untuk memilikinya.
4.
Unsur-unsur
dalam Ekonomi Islam
Dalam Islam terdapat tiga
unsur-unsur kepemilikan, yaitu kepemilikan individu (private property),
kepemilikan umum (public property), dan kepemilikan Negara (state property).
1.
Kepemilikan Individu / Private Property
Kecenderungan pada kesenangan adalah
fitrah manusia, Allah menghiasi pada diri manusia kecintaan terhadap wanita,
anak-anak, dan harta benda.
2.
Kepemilikan Umum / Public Property
Kepemilikan umum adalah izin Syari’ kepada suatu
komunitas masyarakat untuk sama-sama memanfaatkan suatu barang atau harta.
Benda-benda yang termasuk kedalam kategori kepemilikan umum adalah benda-benda
yang telah dinyatakan oleh Asy-Syari’ memang diperuntukan untuk suatu komunitas
masyarakat. Benda-benda yang termasuk kedalam kepemilkan umum sebagai berikut:
1)
Merupakan fasilitas umum, kalau
tidak ada didalam suatu negri atau suatu komunitas maka akan menyebabkan
sengketa dalam mencarinya.
2)
Barang tambang yang tidak terbatas
jumlahnya.
3)
Sumber daya alam yang sifat
pembentukannya menghalangi untuk dimiliki hanya oleh individu secara
perorangan.
3.
Kepemilikan Negara / State Property
Kepemilikan
Negara adalah harta yang merupakan hak seluruh kaum muslim, sementara
pengelolaannya menjadi wewenang Negara. Asy Syari’ telah menentukan harta-harta
sebagai milik Negara; Negara berhak mengelolanya sesuai denga pandangan dan
ijtihad. Yang termasuk harta Negara adalah fai, Kharaj, Jizyah dan sebagainya.
Sebab syariat tidak pernah menentukan sasaran dari harta yang dikelola.
Perbedaan
harta kepemilikan umum dan Negara adalah, harta kepemilikan umum pada dasarnya
tidak dapat di berikan Negara kepada individu. Sedang harta kepemilikan Negara
dapat di berikan kepada individu sesuai dengan ketentuan yang telah disepakati.
5.
Sebab-Sebab
Kepemilikan dalam Ekonomi Islam
Harta (al maal) adalah apa saja yang bisa menjadi kekayaan, apapun
bentuknya. Sedang, yang dimaksud dengan sebab kepemilikan (sabab at tamalluk)
adalah sebab yang bisa menjadikan seseorang memiliki harta, yang sebelumnya
bukan memjadi miliknya. Adapun sebab-sebab pengembangan kepemilikan adalah
perbanyakan kuantitas harta yang sudah dimiliki.
a) Bekerja
Kata bekerja sangat luas maknanya, beraneka ragam jenisnya, bermacam-macam
bentuknya. Allah telah menentukan bentuk-bentuk kerja dan jenisnya yang layak
untuk di kerjakan sebagai sebab kepemilikan. Dalam hukum-hukum syariat sudah
sangat jelas ketentuan-ketentuan akan hal ini. Bentuk-bentuk bekerja yang
dijadikan sebagai sebab kepemilikan adalah sebagai berikut:
·
Menghidupkan tanah mati (ihya’ al
mawat)
Tanah mati
adalah tanah yang tidak ada pemiliknya, dan sudah tidak dimanfaatkan lagi oleh
seorang pun. Yang dimaksud menghidupkannya adalah mengolahnya, menanaminya,
atau mendirikan bangunan di atasnya. Oleh karena itu, setiap usaha untuk
menghidupi tanah mati adalah telah cukup menjadikan tanah tersebut miliknya.
Dari Umar bin Khatab, Rasulullah bersabda: “ siapa saja yang menghidupi tanah
mati, maka tanah itu menjadi miliknya” (H.R Al Bukhari).
·
Menggali kandungan bumi
Jenis kandungan bumi yang dalam kategori ini bukan merupakan kebutuhan
mendasar suatu komuitas masyarakat, atau yang disebut rikaz. Menurut ketentuan fikih,
seorang yang menggali kandungan bumi berhak atas 4/5 bagian, sedang 1/5 bagian
sisanya harus dikeluarkan sebagai Khumus. Ketentuan harta rikaz adalah apabila
harta yang tersimpan didalam tanah tersebut asalnya karena tindakkan seseorang
dan jumlahnya terbatas dan tidak sampai pada jumlah yang didibutuhkan oleh
suatu komunitas dalam jumlah yang sangat besar.
Jika suatu harta dari dalam tanah yang tidak diusahakan oleh seseorang dan
dibutuhkan oleh suatu komunitas, maka harta seperti ini bukan rikaz, tapi
merupakan harta kepemilikan umum. Yang juga bisa disamakan dengan harta
kandungan bumi, adalah harta dari udara, seperti oksigen dan nitrogen. Begitu
juga dengan harta lainnya yang diperbolehkan oleh syariat untuk dimiliki.
·
Berburu
Berburu yang diperbolehkan dalam Islam adalah berburu seluruh jenis Ikan,
mutiara, permata dan hasil buruan laut lainnya. Begitu juga dengan buruan
hewan-hewan darat dan udara, seperti berburu burung,rusa dan lain-lain.
Ketentuanya binatang buruan adalah binatang bebas, artinya binatang atau harta
tersebut tidak dimiliki oleh orang lain, dan merupakan kepemilikan umum
·
Makelar (samsara) dan pemandu
(dalalah)
Samsar adalah sebutan bagi orang yang bekerja untuk orang lain dengan
mendapatkan upah. Sebutan ini juga bisa digunakan bagi orang yang memandu orang
lain (dalal). Dari Qais bin Abi Gharzat al kinani yang mengatakan.
·
Mudharabah
Mudharabah adalah kerjasama antar dua orang atau lebih dalam suatu
perdagangan. Modal dari satu pihak sedang pihak lain memberikan tenaga. Hasil dari
keuntungan akan di bagi sesuai kesepakatan. Hasil inilah yang sah untuk
dimiliki. Oleh karena itu mudharabah termasuk dari bekerja.
·
Musaqat
Musaqat adalah seseoarang menyerahkan kebunnya untuk dikelola oleh orang
lain merawat dan mengurus kebun tersebut, yang darinya akan mendapa bagi hasil
dari hasil panennya. Dengan demikian musaqat merupakan termasuk dalam kategori
bekerja yang dibolehkan oleh syariat.
·
Ijarah
Ijarah, yaitu kontrak kerja. Artinya mengontrak tenaga para pekerja atau
buruh yang bekerja untuk dirinya.
b) Warisan
Diantara sebab-sebab kepemilikan adalah warisan. Sifatnya yaitu kepemilikan
akan harta secara turunan kepemilikan dari orang tua. Akan hal ini Allah telah
jelaskan dalam hukum-hukum yang sudah sangat jelas. Allah berfirman:
“Allah mensyariatkan kepada kalian tentang (pembagian harta pusaka untuk0
anak-anak kalian, yaitu: bagian seorang anak laki-laki sama dengan bagian dua
orang anak perempuan; jika anak itu semuanya wanita lebih dari dua orang maka
bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan.” (QS. An Nisa : 11)
c) Kebutuhan akan harta untuk menyambung hidup
Diantara sebab-sebab kepemilikan adalah adanya kebutuhan akan harta untuk
menyambung hidup. Sebab, kehidupan adalah hak bagi setiap orang. Sesorang wajib
untuk mendapatkan kehidupan sebagi haknya. Salh satu hal yang dapat menjamin
seseorang untuk hidup adalah denga bekerja, untuk memenuhi kebutuhan dasar
hidupnya. Namun jika ia tidak dapat bekerja, maka Negara bertanggung jawab
untuk mengusahakan ia dapat bekerja. Jika ia tidak dapat bekerja karena
terlampau tua, maka orang-orang kaya atau Negara wajib untuk memenuhi
kebutuhannya. Namun jika hal itu tidak terpenuhi, hingga ia kelaparan, maka
dibolehkan baginya untuk mengambil apa saja yang dapat digunakan untuk menyambung
hidupnya. Jika hidup menjadi sebab untuk mendapatkan harta, maka syariat tidak
akan menganggap itu sebagi tindakan mencuri. Abu Umamah menuturkan bahwa
Rasulullah bersabda:
“Tidak ada hukum potong tangan pada masa-masa kelaparan.” (HR. al Khatib Al
Bagdad)
d) Pemberian harta Negara untuk rakyat
Yang juga termasuk kedalam sebab kepemilikan adalah pemberian Negara kepada
rakyat yang diambil dari baitulmal, baik dalam rangka untuk memenuhi kebutuhan
mereka atau memanfaatkan kepemilikan mereka. Dapat berupa pemberian tanah untuk
digarap, atau melunasi utang-utang mereka. Pada masa Khalifah Umar bin Khatab
pernah memberikan para petani di Irak harta dari Baitul Mal, yang bisa membantu
mereka untuk menggarap tanah pertanian mereka, serta memenuhi hajat hidup mereka,
tanpa meminta imbalan dari mereka.
e) Harta yang diperoleh tanpa harta dan tenaga
Yang termasuk kedalam kategori harta yang diperoleh dari tanpa harta dan
tenaga ada lima, yaitu :Hubungan antara individu satu sama lain, baik ketika
masih hidup seperti Hibah dan Hadiah, atau pun ketika sepeninggal mereka,
seperti wasiat.
·
Menerima harta sebagai gantirugi
dari kemudharatan yang menimpa seseorang, seperti Diyat (denda) atas oaring
yang terbunuh atau terluka.
·
Memperoleh mahar berikut harta yang
diperoleh melalui akad nikah
·
Barang temuan (luqathah)
·
Santunan untuk Khalifah atau
orang-orang yang disamakan statusnya.
6.
Pembagian
Kepemilikan dalam Ekonomi Islam
Para ulama fiqh membagi kepemilikan
kepada dua bentuk,yaitu:
1.
Al milk At
Tamm (milik sempurna)
Yaitu apabila materi dan manfaat
harta itu dimiliki sepenuhnya oleh seseorang, sehingga seluruh hak yang terkait
dengan harta itu dibawah penguasaannya. Milik seperti ini bersifat mutlak,
tidak dibatasi waktu dan tidak boleh digugurkanorang lain.
Ciri-ciri kepemilikan sempurna
diantaranya
a)
sejak awal kepemilikan terhadap
materi dan manfaat bersifat sempurna.
b)
Materi dan manfaatnya sudah ada
sejak sejak pemilikan itu.
c)
Pemilikannya tidak dibatasi waktu.
d)
kepemilikannya tidak dapat
digugurkan.
2.
Al Milk An
Naqish (kepemilikan tidak sempurna)
Yaitu
apabila seseorang hanya menguasai materi harta itu, tetapi manfaatnya dikuasai
orang lain.
Adapun ciri-ciri
dari kepemilikan tidak sempurna adalah
a)
Boleh dibatasi waktu,tempat, dan
sifatnya.
b)
Tidak boleh diwariskan.
c)
Orang yang menggunakan manfaatnya
wajib mengeluarkan biaya pemeliharaan.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Kepemilikan artinya penguasaan terhadap sesuatu. Perbedaan
antara sistem ekonomi Islam dengan sistem ekonomi lainnya adalah dalam hal
konsep kepemilikan harta.
Kepemilikan
harta (barang dan jasa) dalam Sistem Sosialis dibatasi dari segi jumlah
(kuantitas), namun dibebaskan dari segi cara (kualitas) memperoleh harta yang
dimiliki Sedangkan menurut pandangan Sistem Ekonomi Kapitalis jumlah
(kuantitas) kepemilikan harta individu berikut cara memperolehnya (kualitas)
tidak dibatasi, yakni dibolehkan dengan cara apapun selama tidak mengganggu
kebebasan orang lain. Sedangkan menurut sistem ekonomi Islam kepemilikan harta
dari segi jumlah (kuantitas) tidak dibatasi namun dibatasi dengan cara-cara
tertentu (kualitas) dalam memperoleh harta (ada aturan halal dan haram).
Dalam Islam terdapat tiga
unsur-unsur kepemilikan, yaitu kepemilikan individu (private property),
kepemilikan umum (public property), dan kepemilikan Negara (state property).
a.
Kepemilikan Individu / Private Property
b.
Kepemilikan Umum / Public Property
c.
Kepemilikan Negara / State Property
Adapun sebab-sebab pengembangan kepemilikan adalah perbanyakan kuantitas
harta yang sudah dimiliki.
1.
Bekerja
Bentuk-bentuk bekerja yang dijadikan sebagai sebab kepemilikan adalah
sebagai berikut:
·
Menghidupkan tanah mati (ihya’ al
mawat)
·
Menggali kandungan bumi
·
Berburu
·
Makelar (samsara) dan pemandu
(dalalah)
·
Mudharabah
·
Musaqat
·
Ijarah
2.
Warisan
3.
Kebutuhan
akan harta untuk menyambung hidup
4.
Pemberian
harta Negara untuk rakyat
5.
Harta yang
diperoleh tanpa harta dan tenaga
Para ulama fiqh membagi kepemilikan
kepada dua bentuk,yaitu:
1.
Al milk At
Tamm (milik sempurna)
2.
Al Milk An
Naqish (kepemilikan tidak sempurna)
DAFTAR
PUSTAKA
Muhammad, Ekonomi Mikro dalam Persfektif Islam,
Yogyakarta, BPFE-YOYAKARTA, 2004
An Nabhani,Taqyudin, Sistem Ekonomi Alternatif
Persfektif Islam, Surabaya, Risalah Gusti. 2009
Haroen,
Nasrun, Fiqh Muamalah. Jakarta, Gaya Media Pratama. 2000
Tidak ada komentar:
Posting Komentar